Sabtu, 07 Januari 2012

Pendidikan Karakter

Tentang Pendidikan Karakter

 Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.

Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen olehsoft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimanapendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaantersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dankomponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan  karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia negeri maupun swasta.  Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.
Melalui program ini diharapkan lulusan SMP memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut:
  1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
  2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
  3. Menunjukkan sikap percaya diri;
  4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
  5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
  6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
  7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
  8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
  9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
  10. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
  11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
  12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
  13. Menghargai karya seni dan budaya nasional;
  14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
  15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
  16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
  17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
  18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
  19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
  20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
  21. Memiliki jiwa kewirausahaan.
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan  karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

Selasa, 03 Januari 2012

Pendidikan anak jalanan ( pondok cerdas katalonia )

Di dalam ruangan berukuran 4x4 meter ini, cita-cita anak-anak jalanan mulai dirajut. Pendidikan gratis yang diberikan oleh Pondok Cerdas Katalonia kepada lebih kurang 141 murid bertujuan untuk memberikan kesempatan mereka untuk mengenyam pendidikan.

Alasan mengapa Rospita Sinaga, S.Th membuka sebuah sekolah gratis yang diperuntukkan bagi anak-anak jalanan dan yatim piatu ini adalah kerinduannya yang besar untuk memberikan pendidikan kepada mereka yang memiliki kesempatan langka untuk mengenyamnya.
Dari Peron Hingga Musala
Perjalanan panjang sekolah gratis ini dimulai sekitar tahun 90-an. Saat itu Rospita Sinaga bersama almarhum Pendeta Lumix turun ke jalan untuk melakukan pelayanan. Menyelami kehidupan masyarakat miskin membuat hati Rospita tergugah, terlebih ketika melihat anak-anak yang seharusnya mengenyam bangku pendidikan, terpaksa membanting tulang membantu orang tua mencari nafkah, membuat Rospita bertekad untuk melakukan sesuatu untuk mereka.
Tekad itu diwujudkan Rospita setelah ia menyelesaikan studinya di Yogyakarta. Dengan mandiri, Rospita mulai melakukan kegiatan belajar darurat di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. “Pertama kali, sekitar tahun 2003, saya mulai mengadakan belajar darurat dengan jumlah murid sekitar 35 anak,” ucap Rospita. Kenapa disebut belajar darurat? ”Karena kondisinya kami memang belajar di peron (ruang tunggu) jalur 4 Stasiun Manggarai,” jelas Rospita. Bahkan ia mengaku tidak jarang diterjang petugas Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) yang bekerja menertibkan peron, “Kalau ada Trantib saya diterjang. Tapi saya mengerti mereka juga menginginkan kebersihan, masa ruang tunggu dijadikan tempat belajar, makanya kami paham dan pergi.”
 Murid-murid Rospita adalah anak-anak jalanan yang biasanya berdagang, mengamen, menyapu kereta, ataupun anak-anak para pedagang stasiun. “Karena siang hari mereka bekerja, kami mulai belajar dari jam 8 sampai 10 malam,” tambah Rospita. Tidak dipungkiri, awalnya orangtua anak-anak jalanan ini pun sempat takut kalau Rospita ingin mengajarkan ajaran agama tertentu kepada anak-anak mereka. Tapi setelah melihat pelajaran yang diajarkan adalah matematika, bahasa Inggris, dan ilmu lainnya, lama kelamaan Rospita akhirnya diizinkan untuk menggunakan musala sebagai tempat belajar.
“Semenjak pindah ke musala, jumlah murid belajar darurat kian bertambah, hingga akhirnya tidak muat lagi untuk ditampung di musala,” ungkap anak ke-6 dari enam bersaudara ini. Oleh sebab itu, kegiatan belajar darurat akhirnya dipindahkan ke rumah seorang Ketua RT di Gang Reang (sebuah pemukiman pemulung di sekitar Stasiun Manggarai). “Semenjak dipindahkan ke daerah pemulung, kami mengganti kegiatan belajar darurat ini menjadi sekolah darurat,” jelas Rospita. Namun karena jumlah murid terus bertambah, sekolah darurat sempat pindah ke beberapa rumah warga, hingga akhirnya terpaksa tergusur setelah pemilu berlangsung, “Setelah pemilu kami pun tergusur, karena sudah tidak ada lagi rumah-rumah liar di sepanjang rel kereta api.”
Dukungan dari Wolrd Share
Semenjak tergusur, mimpi Rospita untuk mengubah nasib anak-anak jalanan sempat kandas di tengah jalan, tapi komitmen wanita kelahiran 3 Maret 1970 ini tidak pernah padam. Setelah bertemu dengan Won Eung Jung dari World Share, sebuah lembaga yang membantu anak-anak yatim piatu di 21 negara, mereka bersedia untuk membantu Rospita untuk membangun sebuah sekolah untuk anak jalanan.
“Ternyata sudah cukup lama World Share melihat kegiatan yang saya lakukan di Stasiun Manggarai (mengajar di peron -red). Oleh sebab itu setelah saya bertemu dengan Ms Won yang kagum dengan pelayanan kami, mereka pun akhirnya bersedia untuk menyediakan sebuah tempat belajar yang layak,” tambahnya.
Sebuah rumah dengan tiga buah ruangan berukuran 4x4 meter yang berada di Jalan Manggarai Utara VI, Blok F 10, Jakarta Selatan, kini menjadi tempat menuntut ilmu anak-anak Sekolah Darurat. “Bahkan ketika rumah tersebut tengah direnovasi, kami sudah memulai proses belajar- mengajar di sebuah taman yang tepat berada di depan rumah tersebut,” tutur Rospita, yang bahagia melihat besarnya antusias anak-anak setelah mendengar sekolah darurat yang berganti nama menjadi Pondok Cerdas Katalonia ini kembali dibuka.

Ket: - Inilah foto-foto kondisi saat Rospita masih mengajar (belajar darurat) anak-anak jalanan di peron Stasiun            Manggarai, Jakarta Selatan.        
Mendidik dengan Hati
Pondok Cerdas Katalonia dibagi menjadi tiga kelas: Taman Kanak-kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini  (PAUD) yang diperuntukkan bagi anak-anak jalanan, pengamen, pemulung, dan yatim piatu. Tempat ini juga membuka kelas bimbingan belajar yang diberikan kepada murid-murid umum yang membutuhkan bantuan dalam mata pelajaran matematika dan bahasa Inggris. Proses belajar- mengajar dilakukan pada hari Senin hingga Jumat yang dibagi kedalam beberapa sesi, yakni TK dan PAUD pada pukul 10.00 – 10.30, serta bimbingan belajar pada pukul 14.00 - 15.40 dan pukul 18.00-20.00 WIB.
Hingga saat ini terdapat 20 orang murid yang terdaftar di TK, 20 murid di PAUD, dan 101 murid di bimbingan belajar. “Untuk TK dan PAUD, kami sengaja membatasi hanya 20 orang anak. Hal ini dikarenakan kami harus mempertimbangkan kualitas dibandingkan kuantitas mereka,” ungkap Rospita. Ia menjelaskan latar belakang anak-anak TK dan PAUD yang mayoritas adalah anak-anak jalanan membuat dirinya dan 11 guru pengajar lainnya harus melakukan pendekatan khusus kepada mereka. Setiap anak adalah pribadi yang unik. Walaupun anak-anak ini mengalami kesulitan dalam menangkap pelajaran, namun Rospita optimis kalau mereka memiliki kelebihan yang lain, dan inilah yang digali di Pondok Cerdas Katalonia. “Kami belajar melihat kekurangan dan kelebihan anak-anak dari kacamata berbeda. Merangkul anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang, sehingga mereka bisa belajar untuk saling menghormati dan menyayangi. Seperti salah satu murid yang bernama Aris (9 tahun), dulu dia sempat takut bertemu dengan orang lain, tapi sekarang ia sudah bisa membaca dan menulis, dan yang paling penting adalah dia sudah berani untuk berkomunikasi dengan orang lain,” terang Rospita.
Ditanya bagaimana cara pondok ini menyeleksi para murid, Rospita menuturkan bahwa ia dan pengajar lainnya tidak ragu-ragu melakukan survei kepada calon anak muridnya, “Kami mendatangi rumah mereka, dan karena sekolah ini gratis, kami harus tepat sasaran.”
Dalam kegiatan belajar-mengajar, para pengajar tidak pernah lupa untuk selalu memberikan pelajaran budi pekerti sejak para murid mulai bergabung di Pondok Cerdas Katalonia. “Anak-anak ini tidak hanya cerdas secara intelektual tapi juga harus cerdas emosionalnya. Sehingga bukan orang-orang pintar yang akan menghancurkan bangsa ini, tapi justru merekalah yang akan mambangun bangsa ini. Mereka bisa berguna untuk orang lain, itu sudah membuat saya cukup bangga,” tegas Rospita yang berharap anak-anak didiknya bisa meneruskan perjuangannya kelak.
Selain ilmu pendidikan, setiap hari Jumat anak-anak juga bisa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler menari. “Bahkan rencananya tahun depan kami akan membuat kegiatan menjahit disini,” tambah Rospita. 

 Situasi belajar mengajar terasa hangat. Dengan jumlah murid tidak terlalu banyak, para pengajar bisa intens membimbing para murid dengan maksimal. Pondok Cerdas Katalonia memang tidak hanya mengejar kuantitas, tapi juga kualitas anak didik mereka.
Inilah Surga Saya
Untuk membiayai operasional pondok yang mencapai lebih kurang delapan juta rupiah per bulan, Rospita mengaku harus menyisihkan gajinya sebagai guru Bimbingan Konseling (BK). “Saya bekerja sebagai guru konseling di beberapa sekolah. Bersama Bapak Okky, kami saling membantu dalam memenuhi biaya operasional pondok,” tegasnya.
Maka tidak heran walaupun sudah bekerja beberapa tahun, ia mengaku belum mampu membeli kendaraan pribadi untuk dirinya sendiri. “Kalau teman-teman sudah punya motor atau mobil, saya tetap mencintai angkutan umum,” kelakarnya sambil tersenyum.
Selain dibantu oleh World Share dalam sarana pendidikan, Rospita juga didukung oleh beberapa mahasiswa dari perguruan tinggi Jakarta yang bersedia menjadi sukarelawan pengajar di Pondok Cerdas Katalonia. “Ini adalah hari pertama saya mengajar di Pondok Cerdas Katalonia. Saya melihat antusias anak-anak di sini untuk belajar sangat besar, dan itu semakin membuat saya bersemangat untuk berbagi ilmu dengan mereka,” ucap Sari, salah satu mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang mengajar TK dan PAUD.
Selain harus hidup hemat dan sibuk mengurus Pondok Cerdas Ceria yang berada dalam Yayasan Berkat Alfa Omega Indonesia Katalonia yang didirikannya, Rospita tidak pernah merasa menyesal telah mewujudkan mimpinya tersebut. “Ini adalah surga bagi saya,” tuturnya mantap. Ia menambahkan, bisa berbuat sesuatu untuk anak-anak ini merupakan kebahagiaan yang tidak bisa terbalaskan dengan apapun juga.
 

pendidikan anak usia dini

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
  • Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.
  • Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
  • Infant (0-1 tahun)
  • Toddler (2-3 tahun)
  • Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
  • Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)

Satuan pendidikan penyelenggara